BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Persepsi
merupakan pengaturan dan penerjemahan informasi sensorik oleh otak (Wade,
2007). Persepsi dalam diri seseorang berarti pandangan, tanggapan, anggapan
langsung dari dalam diri seseorang terhadap sesuatu objek tertentu melalui
pengenalan panca indra yang dimiliki oleh manusia (Slameto, 2010). Proses
terjadinya persepsi yaitu persepsi berlangsung saat seseorang menerima stimulus
dari dunia luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya yang kemudian masuk ke
dalam otak. Didalamnya terjadi proses berpikir yang pada akhirnya terwujud
dalam sebuah pemahaman. Pemahaman inilah yang disebut persepsi (Sarwono, 2010).
Pelajaran kimia
merupakan ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana
gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat,
perubahan, dinamika, dan energetika zat (Mulyasa, 2011). Kemauan belajar siswa
terhadap pelajaran kimia berhubungan erat dengan tertarik atau tidaknya siswa
tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan kimia. Siswa yang kurang menyenangi
pelajaran kimia dari awal sudah tidak tertarik dengan masalah-masalah yang
menyangkut kimia. Dampaknya siswa akan cenderung beranggapan bahwa kimia itu
tidak menarik dan kurang bermanfaat. Hal ini merupakan persepsi negatif siswa
tentang pelajaran kimia. Sebaliknya, siswa yang beranggapan bahwa kimia adalah
mata pelajaran yang menyenangkan dan bermanfaat, maka siswa cenderung ingin
mengetahui lebih dalam lagi mengenai pelajaran kimia yang pada akhirnya dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, seperti yang dikemukakan oleh Syah (2010)
yaitu dengan meyakini manfaat mata pelajaran tertentu siswa akan merasa
membutuhkannya, dan dari perasaan butuh itu diharapkan muncul semangat terhadap
mata pelajaran tersebut sekaligus akan meningkatkan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran tersebut. Persepsi terjadi karena setiap manusia memiliki indera
untuk menyerap objek-objek serta kejadian di sekitarnya. Sehingga pada akhirnya
persepsi dapat mempengaruhi cara berfikir, bekerja serta bersikap pada diri
seseorang.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur persepsi terhadap
ilmu kimia adalah angket. Angket termasuk alat untuk mengumpulkan atau
mencatatkan data atau informasi, sikap dan paham dalam hubungan kausal (Zainal
Arifin, 1991 : 62), termasuk persepsi terhadap ilmu kimia dalam hubungannya
kausalnya dengan prestasi belajar kimia siswa. Adapun kesimpulan yang dapat
kami tarik, terhadap angket yang telah kami sebarkan keberbagai sekolah yang di
ada di Jambi sebagai berikut. Berdasarkan angket yang
telah disebar, kesulitan yang dihadapi siswa terhadap materi kimia ini dipicu
karena, siswa sendiri sebenarnya tertarik pada pelajaran kimia, namun mereka
masih sulit memahami materi. Siswa tidak mau mencari wawasan atau pengetahuan
serta informasi lebih lanjut mengenai materi diluar kelas, jadi hanya sebatas
pada saat proses pembelajaran berlangsung saja.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
persepsi siswa mengenai pembelajaran kimia di beberapa SMA di Jambi
2. Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan siswa dalam pelajaran kimia
3. Bagaimana
cara mengatasi kesulitan dalam pelajaran kimia di SMA
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui
persepsi siswa mengenai pembelajaran kimia di beberapa SMA di Jambi
2. Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan siswa dalam pelajaran kimia
3. Mengetahui
cara mengatasi kesulitan dalam pelajaran kimia di SMA
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Belajar
Belajar adalah suatu proses adaptasi yang
berlangsung secara progressif, juga merupakan suatu proses perubahan yang
menyangkut tingkah laku atau kejiwaan. Jadi dapat diartikan proses belajar
adalah sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotor yang
terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti
berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan
jenjang pendidikan. Dengan demikian, para ahli banyak yang membuat definisi
tentang belajar yang berbeda, karena perbedaan sudut pandangnya.
Di bawah ini akan dikemukakan definisi belajar
menurut beberapa ahli, di antaranya :
1. Skinner dalam Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology : The Teaching
1. Skinner dalam Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology : The Teaching
Learning Process, belajar adalah suatu proses
adaptasi yang berlangsung secara progressif.
2. Chaplin (1972) dalam Dictionary Psychology membatasi belajar dengan 2 macam :
2. Chaplin (1972) dalam Dictionary Psychology membatasi belajar dengan 2 macam :
a.
Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relative
menetap sebagai akibat dari
latihan dan pengalaman.
b.
Belajar adalah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat
adanya latihan khusus.
3. Hintzman (1987) dalam bukunya The Psychology
of Learning and Memory berpendapat
Bahwa belajar adalah suatu perubahan yang
terjadi pada diri organisme, manusia atau
hewan disebabkan oleh pengalaman yang dapat
mempengaruhi tingkah laku organisme
tersebut.
4. Reber (1989) dalam Dictionary of Psychology. Menurutnya ada 2 definisi tentang belajar,
4. Reber (1989) dalam Dictionary of Psychology. Menurutnya ada 2 definisi tentang belajar,
yaitu :
a.
Belajar adalah proses memperoleh pengetahuan
b.
Belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relative
langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang memerlukan
perhatian khusus, keuletan, keteguhan, ketekunan, kerajinan dan kedisiplinan.
Oleh karena itu agar proses pembelajaran yang diselenggarakan berdayaguna dan
berhasil guna, maka proses pembelajaran tersebut benar-benar harus dilaksanakan
dengan baik dan berdisiplin tinggi. Disiplin merupakan salah satu faktor
penunjang keberhasilan pembelajaran dan hal ini harus dilakukan oleh semua
warga yang terlibat dalam sebuah lembaga yang melakukan proses pendidikan.
Harapan yang tak pernah sirna dan selalu dituntut oleh guru adalah
bagaimana bahan pelajaran itu yang disampaikan guru dapat disukai anak secara
tuntas. Hal ini merupakan masalah yang cukup rumit dirasakan oleh guru, di mana
anak mempunyai kepribadian yang beraneka ragam, ciri khas individu merupakan
keunikannya. Mereka juga makhluk sosial dengan latar belakang yang berlainan.
Keberhasilan belajar siswa ditentukan oleh beberapa faktor yang
menunjang terhadap keberhasilan proses belajar-mengajar tersebut. Faktor metode
mengajar akan berkaitan dengan model pembelajaran yang diterangkan. Pendidikan
prasekolah sangat penting artinya, bukan hanya sebagai pengisi waktu anak saja,
tetapi juga untuk mempersiapkan anak di masa mendatang. Banyak para tokoh yang
mengakui tentang pentingnya pendidikan prasekolah atau pendidikan anak usia
dini.
2.2 Karakteristik
Materi Kimia
Kimia adalah
salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di Sekolah
Menengah Atas (SMA). Ilmu ini mempelajari berbagai fenomena alam yang berkaitan
dengan komposisi, struktur, dan sifat serta perubahan yang melibatkan
keterampilan dan penalaran. Berdasarkan hal tersebut, maka pembelajaran kimia
harus lebih diarahkan pada proses pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa
untuk membantu siswa untuk memahami konsep dalam pembelajaran kimia. Laliyo
(2011) mengemukakan bahwa pada dasarnya belajar kimia, sesuai dengan
karakteristiknya, harus dimulai dari mengerjakan masalah yang berlangsung dalam
kehidupan sehari-hari siswa. Melalui menyelesaikan masalah dalam kehidupan yang
nyata dengan menerapkan pengetahuan kimia, peserta didik diharapkan dapat
membangun pengertian dan pemahaman konsep kimia lebih ber-makna karena mereka
membentuk sendiri struktur pengetahuan konsep kimia me-lalui bantuan atau
bimbingan guru.
Kajian dalam
kimia memungkinkan pebelajar memahami mengapa dan bagaimana suatu fenomena
terjadi disekitarnya. Eksplanasi konsep-konsep kimia umumnya berlandaskan
struktur materi dan ikatan kimia yang merupakan materi subyek yang sulit untuk
dipelajari. Konsep-konsep abstrak tersebut penting dipelajari, karena
konsep-konsep kimia selanjutnya akan sulit dipahami, jika tidak dikuasai
pebelajar degan baik. Sifat keabstrakan konsep-konsep kimia juga sejalan dengan
konsep-konsep yang melibatkan perhitungan matematis. Hal ini menunjukkan bahwa
pelajaran kimia memerlukan seperangkat keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Salah satu karakter esensial ilmu kimia adalah pengetahuan kimia mencakup tiga
level representasi, yaitu makroskopis, submikroskopis, dan simbolik serta
hubungan antara ketiga level ini harus secara eksplisit diajarkan
Wiseman (1981) mengemukakan bahwa ilmu kimia merupakan
salah satu pelajaran tersulit bagi kebanyakan siswa menengah. Kesulitan
mempelajari ilmu kimia ini terkait dengan ciri-ciri ilmu kimia itu sendiri yang
disebutkan oleh Kean dan Middlecamp (1985) sebagai berikut:
1. Sebagian
besar ilmu kimia bersifat abstrak
Atom,
molekul, dan ion merupakan materi dasar kimia yang tidak nampak, yang menurut
siswa membayangkan keberadaan materi tersebut tanpa mengalaminya secara
langsung. Karena atom merupakan pusat kegiatan kimia, maka walaupun kita tidak
dapat melihat atom secara langsung, tetapi dalam angan-angan kita dapat
membentuk suatu gambar untuk mewakili sebuah atom oksigen kita gambarkan secara
bulatan.
2. Ilmu kimia merupakan penyederhanaan dari yang
sebenarnya
Kebanyakan
obyek yang ada di dunia ini merupakan campuran zat-zat kimia yang kompleks dan
rumit. Agar segala sesuatunya mudah dipelajari, maka pelajaran kimia dimulai
dari gambaran yang disederhanakan, di mana zat-zat dianggap murni atau hanya
mengandung dua atau tiga zat saja. Dalam penyederhanaanya diperlukan pemikiran
dan pendekatan tertentu agar siswa tidak mengalami salah konsep dalam menerima
materi yang diajarkan tersebut.
3. Sifat ilmu kimia berurutan dan berkembang dengan
cepat
Seringkali
topik-topik kimia harus dipelajari dengan urutan tertentu. Misalnya, kita tidak
dapat menggabungkan atom-atom untuk membentuk molekul, jika atom dan
karakteristiknya tidak dipelajari terlebih dahulu. Disamping itu, perkembangan
ilmu kimia sangat cepat, seperti pada bidang biokimia yang menyelidiki tentang
rekayasa genetika, kloning, dan sebagainya. Hal ini menuntut kita semua untuk
lebih cepat tanggap dan selektif dalam menerima semua kunjungan tersebut.
4. Ilmu
kimia tidak hanya sekedar memecahkan soal-soal
5. Bahan/materi
yang dipelajari dalam ilmu kimia sangat banyak
2.3 Persepsi
Siswa tentang Materi-materi Kimia yang Sulit yang Ada di Kurikulum Berdasarkan
Angket yang di Sebarkan di Beberapa Sekolah di Jambi
Persepsi
merupakan pengaturan dan penerjemahan informasi sensorik oleh otak (Wade,
2007). Persepsi dalam diri seseorang berarti pandangan, tanggapan, anggapan
langsung dari dalam diri seseorang terhadap sesuatu objek tertentu melalui
pengenalan panca indra yang dimiliki oleh manusia (Slameto, 2010). Proses
terjadinya persepsi yaitu persepsi berlangsung saat seseorang menerima stimulus
dari dunia luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya yang kemudian masuk ke
dalam otak. Didalamnya terjadi proses berpikir yang pada akhirnya terwujud
dalam sebuah pemahaman. Pemahaman inilah yang disebut persepsi (Sarwono, 2010).
Analog dengan pengertian persepsi, maka persepsi siswa tentang pelajaran kimia
dapat diartikan sebagai pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam
lingkungan belajar kimia yang terdiri dari mata pelajaran, materi dan semua hal
yang terkait dengan proses pembelajaran kimia itu sendiri. Penilaian tersebut
juga dapat bernilai positif dan negatif.
Pelajaran kimia
merupakan ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana
gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat,
perubahan, dinamika, dan energetika zat (Mulyasa, 2011). Kemauan belajar siswa
terhadap pelajaran kimia berhubungan erat dengan tertarik atau tidaknya siswa
tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan kimia. Siswa yang kurang
menyenangi pelajaran kimia dari awal sudah tidak tertarik dengan
masalah-masalah yang menyangkut kimia. Dampaknya siswa akan cenderung
beranggapan bahwa kimia itu tidak menarik dan kurang bermanfaat. Hal ini
merupakan persepsi negatif siswa tentang pelajaran kimia. Sebaliknya, siswa
yang beranggapan bahwa kimia adalah mata pelajaran yang menyenangkan dan
bermanfaat, maka siswa cenderung ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai
pelajaran kimia yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa,
seperti yang dikemukakan oleh Syah (2010) yaitu dengan meyakini manfaat mata
pelajaran tertentu siswa akan merasa membutuhkannya, dan dari perasaan butuh
itu diharapkan muncul semangat terhadap mata pelajaran tersebut sekaligus akan
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran tersebut. Prawiradilaga
dan Eveline (2007) mengungkapkan bahwa persepsi adalah awal dari segala macam
kegiatan belajar yang bisa terjadi pada setiap kesempatan, disengaja atau
tidak. Persepsi terjadi karena setiap manusia memiliki indera untuk menyerap
objek-objek serta kejadian di sekitarnya. Sehingga pada akhirnya persepsi dapat
mempengaruhi cara berfikir, bekerja serta bersikap pada diri seseorang. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa persepsi seseorang terhadap suatu objek sangat
dipengaruhi oleh inderanya yang disebabkan karena penerimaan informasi yang
diperolehnya dari suatu objek. Siswa akan memperoleh hasil yang baik pada suatu
objek (pelajaran kimia) apabila memiliki persepsi yang baik pula terhadap objek
tersebut (pelajaran kimia), begitu juga sebaliknya yaitu siswa akan memperoleh
hasil yang buruk pada pelajaran kimia apabila memiliki persepsi yang buruk pula
tentang pelajaran kimia.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur persepsi terhadap
ilmu kimia adalah angket. Angket termasuk alat untuk mengumpulkan atau
mencatatkan data atau informasi, sikap dan paham dalam hubungan kausal (Zainal
Arifin, 1991 : 62), termasuk persepsi terhadap ilmu kimia dalam hubungannya
kausalnya dengan prestasi belajar kimia siswa. Adapun kesimpulan yang dapat
kami tarik, terhadap angket yang telah kami sebarkan keberbagai sekolah yang di
ada di Jambi sebagai berikut:
Kesimpulan: Di berbagai sekolah yang
kami survei (yaitu SMAN 3 Kota Jambi, SMAN 6 Kota Jambi, dan SMAN 9 Kota
Jambi), sebagian besar siswa sulit memahami pembelajaran kimia. Namun sebagian
siswa tersebut tertarik pada materi kimia yang bersifat abstrak dan
perhitungan, tetapi tidak 100% menguasainya. Pada materi kimia yang bersifat
konsep, siswa kurang dapat memahami. Karena pada saat proses pembelajaran
berlangsung, tidak semua siswa berkonsentrasi. Hanya pada saat diskusi saja
sebagian siswa menjadi aktif. Pada saat penyampaian materi, guru menyampaikannya
dengan jelas, dan sudah menggunakan model dan metode yang sesuai dengan materi
kimia yang diajarkan. Jadi kesulitan yang dihadapi siswa terhadap materi kimia
ini dipicu karena, siswa sendiri sebenarnya tertarik pada pelajaran kimia,
namun mereka masih sulit memahami materi. Siswa tidak mau mencari wawasan atau
pengetahuan serta informasi lebih lanjut mengenai materi diluar kelas, jadi
hanya sebatas pada saat proses pembelajaran berlangsung saja.
2.4 Faktor
yang Mempengaruhi Kesulitan dalam Belajar
Perubahan tingkah laku merupakan salah satu
tujuan belajar, namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam
belajar. Faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam belajar ada 2 macam, yaitu :
a.
Faktor Intern Belajar
Faktor intern merupakan faktor yang berasal dari dalam individu
sendiri, misalnya kematangan, kecerdasan, motivasi dan minat.
Kematangan
Karena kematangan mentalnya belum matang, kita akan sukar mengajarkan konsep-konsep ilmu Filsafat kepada siswa sekolah dasar. Pemberian materi tertentu akan tercapai apabila sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan individu atau siswa. Oleh karena itu, baik potensi jasmani maupun rohaninya perlu dipertimbangkan lagi kematangannya.
Kecerdasan (IQ)
Karena kematangan mentalnya belum matang, kita akan sukar mengajarkan konsep-konsep ilmu Filsafat kepada siswa sekolah dasar. Pemberian materi tertentu akan tercapai apabila sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan individu atau siswa. Oleh karena itu, baik potensi jasmani maupun rohaninya perlu dipertimbangkan lagi kematangannya.
Kecerdasan (IQ)
Keberhasilan individu mempelajari berbagai pengetahuan ditentukan
pula oleh tingkat kecerdasannya, misalnya, suatu ilmu pengetahuan telah cukup
untuk dipelajari oleh seseorang individu dalam taraf usia tertentu. Tetapi
kecerdasan individu yang bersangkutan kurang mendukung, maka pengetahuan yang
telah dipelajarinya tetap tidak akan dimengerti olehnya. Demikian pula dalam
hal-hal yang lain, seperti dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, misalnya
memasak dan membuat mainan sederhana, dalam tingkat yang sama tidak semuanya
individu mampu mengerjakannya dengan baik.
Motivasi
Motivasipun menentukan keberhasilan belajar. Motivasi merupakan dorongan untuk mengerjakan sesuatu. Dorongan tersebut ada yang datang dari dalam individu yang bersangkutan dan ada pula yang datang dari luar individu yang bersangkutan, seperti peran orang tua, teman dan guru.
Motivasipun menentukan keberhasilan belajar. Motivasi merupakan dorongan untuk mengerjakan sesuatu. Dorongan tersebut ada yang datang dari dalam individu yang bersangkutan dan ada pula yang datang dari luar individu yang bersangkutan, seperti peran orang tua, teman dan guru.
Minat
Minat belajar dari dalam individu sendiri merupakan faktor yang sangat dominan dalam pengaruhnya pada kegiatan belajar, sebab kalau dari dalam diri individu tidak mempunyai sedikitpun kemauan atau minat untuk belajar, maka pelajaran yang telah diterimanya hasilnya akan sia-sia. Otomatis pelajaran tersebut tidak masuk sama sekali di dalam IQ-nya.
Minat belajar dari dalam individu sendiri merupakan faktor yang sangat dominan dalam pengaruhnya pada kegiatan belajar, sebab kalau dari dalam diri individu tidak mempunyai sedikitpun kemauan atau minat untuk belajar, maka pelajaran yang telah diterimanya hasilnya akan sia-sia. Otomatis pelajaran tersebut tidak masuk sama sekali di dalam IQ-nya.
b.
Faktor Ekstern Belajar
Faktor ekstern erat kaitannya dengan faktor sosial atau lingkungan
individu yang bersangkutan. Misalnya keadaan lingkungan keluarga, lingkungan
masyarakat , guru dan alat peraga yang dipergunakan di sekolah.
Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga pun sangat menentukan keberhasilan belajar.
Status ekonomi, status sosial, kebiasaan dan suasana lingkungan keluarga ikut
serta mendorong terhadap keberhasilan belajar. Suasana keluarga yang tentram
dan damai sangat menunjang keharmonisan hubungan keluarga. Hubungan orang tua
dan anak akan dirasakan saling memperhatikan dan melengkapi. Apabila anak
menemukan kesulitan belajar, dengan bijaksana dan penuh pengertian orang tuanya
memberikan pandangan dan pendapatnya terhadap penyelesaian masalah belajar
anaknya.
Lingkungan Masyarakat
Peran masyarakat sangat mempengaruhi individu dalam belajar.
Setiap pola masyarakat yang mungkin menyimpang dengan cara belajar di sekolah
akan cepat sekali menyerap ke diri individu, karena ilmu yang didapat dari
pengalamannya bergaul dengan masyarakat akan lebih mudah diserap oleh individu
daripada pengalaman belajarnya di sekolah. Jadi peran masyarakat akan dapat
merubah tingkah laku individu dalam proses belajar.
Guru
Peran guru dapat mempengaruhi belajar. Bisa dilihat dari cara guru mengajar kepada siswa, hal ini sangat menentukan dalam keberhasilan belajar. Sikap dan kepribadian guru, dasar pengetahuan dalam pendidikan, penguasaan teknik-teknik mengajar, dan kemampuan menyelami alam pikiran setiap individu siswa merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, guru sebagai motivator, guru sebagai fasilitator, guru sebagai inovator, dan guru sebagai konduktor masalah-masalah individu siswa, perlu menjadi acuan selama proses pendidikan berlangsung.
Guru
Peran guru dapat mempengaruhi belajar. Bisa dilihat dari cara guru mengajar kepada siswa, hal ini sangat menentukan dalam keberhasilan belajar. Sikap dan kepribadian guru, dasar pengetahuan dalam pendidikan, penguasaan teknik-teknik mengajar, dan kemampuan menyelami alam pikiran setiap individu siswa merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, guru sebagai motivator, guru sebagai fasilitator, guru sebagai inovator, dan guru sebagai konduktor masalah-masalah individu siswa, perlu menjadi acuan selama proses pendidikan berlangsung.
Bentuk Alat Pelajaran
Bentuk alat pelajaran bisa berupa buku-bukun pelajaran, alat
peraga, alat-alat tulis menulis dan sebagainya. Kesulitan untuk mendapatkan
atau memiliki alat-alat pelajaran secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi keberhasilan dalam belajar siswa. Siswa akan cenderung berhasil
apabila dibantu oleh alat-alat pelajaran yang memadai. Alat pelajaran tersebut
akan menunjang proses pemahaman anak. Misalnya, melalui praktek sederhana dari
materi pelajaran yang telah mereka pelajari.
Kesempatan Belajar
Kesempatan Belajar
Kesempatan belajar merupakan faktor yang sedang diupayakan
Pemerintah melalui Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar 9 Tahun yang mulai
dicanangkan tahun pelajaran 1994/1995. Pencanangan Wajar tersebut merupakan
alternatif pemberian kesempatan kepada para siswa, terutama bagi mereka yang
orang tuanya berekonomi kurang mampu.
Fenomena lain kesulitan belajar seorang siswa
biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi
belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya
kelainan perilaku siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas,
mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah dan sering minggat dari
sekolah. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti :
1) Rendahnya kemampuan intelektual anak
2) Gangguan perasaan / emosi
3) Kurangnya motivasi untuk belajar
4) Kurang matangnya anak untuk belajar
5) Usia yang terlalu muda
6) Latar belakang sosial yang tidak menunjang
7) Kebiasaan belajar yang kurang baik
8) Kemampuan mengingat yang rendah
9) Terganggunya alat-alat indera
10) Proses belajar mengajar yang tidak sesuai
11) Tidak adanya dukungan dari lingkungan
belajar.
2.5 Cara
Mengatasi Kesulitan Belajar
Sehubungan dengan kondisi dan cara belajar yang ditempuh sebagian besar
siswa, maka strategi belajar di tingkat apapun sebenarnya tetap sama. Kuncinya
hanya dua hal, yaitu disiplin waktu dan konsentrasi. Sepertinya
hal ini hanyalah ucapan klise, tapi memang itulah kunci keberhasilan
siswa. Disiplin waktu mengandung pengertian bahwa siswa tahu betul bagaimana
mengatur waktu, kapan harus belajar, kapan harus main, dll. Jadi, disiplin
waktu berarti siswa dapat memilah-milah waktu sedemikian rupa sehingga antara
kegiatan yang satu dengan yang lain tidak saling mengganggu. Pemilahan waktu
yang baik bagi siswa terutama melatih agar siswa memiliki rencana belajar yang
teratur. Keteraturan dalam belajar meliputi teratur mengikuti pelajaran,
membaca buku, mempelajari materi. Hanya dengan jalan pikiran yang teratur, maka
konsep-konsep yang sulit dapat dimengerti dan dikuasai. Dengan keteraturan
belajar menghindarkan siswa dari “cramming”, yaitu keadaan dimana siswa belajar
mati-matian untuk memadatkan kepalanya dengan semua pelajaran yang dampaknya
amat buruk bagi kesehatan dan perjalanan studi lebih lanjut. Dengan demikian
siswa memang dituntut untuk belajar secara teratur bukan belajar secara borongan.
Melalui belajar teratur maka materi-materi yang kurang paham akan cepat diketahui
dan dikuasai, baik melalui penelusuran buku-buku maupun tanya-jawab dan diskusi
sesama teman.
Kunci keberhasilan yang kedua adalah konsentrasi, yaitu pemusatan
pikiran terhadap suatu hal dengan mengesampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan.
Pada umumnya yang mengganggu konsentrasi siswa, antara lain : kurang minat,
gangguan sekeliling, jemu dan jenuh dengan materi kuliah dan gangguan
kesehatan. Kurang minat tersebut terjadi karena jurusan yang dipilih tidak disukai,
dosen yang mengajar kurang menarik (acuh, monoton dalam mengajar, tidak memberi
kesempatan siswa untuk bertanya, dll.). Akibat dari kurang minat ini menyebabkan
malas hadir dalam pelajaran, padahal hadir dalam pelajaran sangat penting,
apalagi materi-materi pelajaran saling berhubungan satu dengan yang lain.
Untuk mengatasi gangguan-gangguan tersebut dapat ditempuh dengan cara
menyadari manfaat dan segi menarik dari materi-materi pelajaran yang ada.
Selain itu, berusaha menyukai guru-guru yang mengajar dengan melihat segi
kemanfaatan ilmu tersebut disertai kesadaran bahwa setiap guru mempunyai tipe
mengajar yang berbeda-beda. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang kita ketahui
tentang sesuatu objek tertentu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983/1984
: 13). Pangkal kelahiran pengetahuan adalah adanya rasa ingin tahu pada manusia
(Abdullah Aly, dkk., 1991 : Dengan rasa ingin tahu tersebut manusia berusaha
memenuhi keingintahuannya sehingga lahirlah pengetahuan. Oleh karena itu, bila
siswa ingin menguasai suatu ilmu pengetahuan, maka dalam dirinya harus selalu
muncul rasa ingin tahu dan berusaha mencari jawabannya. Siswa yang ingin
berhasil harus selalu haus dan penasaran terhadap materi-materi yang diajarkan.
Rasa penasaran mencari jawaban tersebut harus selalu dikobarkan agar tidak ada
perasaan pasrah dan menyerah bila tidak memahami suatu materi.
BAB
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan:
1. Belajar adalah suatu
proses adaptasi yang berlangsung secara progressif, juga merupakan suatu proses
perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan. Jadi dapat diartikan
proses belajar adalah sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif dan
psikomotor yang terjadi dalam diri siswa.
2. Karakteristik
materi kimia: Sebagian bersifat abstrak,
penyederhanaan dari yang sebenarnya, sifatnya berurutan dan berkembang dengan
cepat, tidak
hanya sekedar memecahkan soal-soal,dan bahan/materi yang dipelajari dalam ilmu
kimia sangat banyak
3. Kesulitan yang dihadapi
siswa terhadap materi kimia ini dipicu karena, siswa sendiri sebenarnya
tertarik pada pelajaran kimia, namun mereka masih sulit memahami materi. Siswa
tidak mau mencari wawasan atau pengetahuan serta informasi lebih lanjut
mengenai materi diluar kelas, jadi hanya sebatas pada saat proses pembelajaran
berlangsung saja.
4.
Faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam belajar ada 2 macam,
yaitu : faktor internal dan eksternal.
5. Cara
mengatasi kesulitan belajar, kuncinya
hanya dua hal, yaitu disiplin waktu dan konsentrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful
Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Mulyasa, E. 2011. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Prawiradilaga,
Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta:
Kencana
Prenada Media Group.
Riduwan. 2009. Pengantar
Statistika Sosial. Bandung: Alfabeta.
Sarwono, Sarlito.
2010. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers.
Slameto, 2010. Belajar
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Syah, Muhibbin.
2010. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wade,
Carole. 2007. Psikologi edisi Kesembilan Jilid I. Jakarta: Erlangga.